Inilah Ragam Filosofi Pohon Waru dan Artinya
8 Mei 2020
Tambah Komentar
Setelah melihat banyaknya waru di tepi jalan mungkin Anda mempertanyakan bagaimana filosofi pohon waru. Bentuknya memang unik, tidak seperti pohon perindang lain di jalan raya. Jarang pohon perindang memiliki bunga, walaupun punya biasanya tak terlihat. Namun tidak untuk pohon waru, bunganya sangat terlihat dan bisa dikatakan cukup cantik. Tak hanya sekedar cantik saja, rupanya ada filosofi pohon waru bagian bunganya.
Meski begitu, tentu saja fungsi pohon waru tidak hanya sebagai perindang saja. batang, kulit batang, bunga, dan daun waru juga bisa memberikan manfaat.
Filosofi pohon waru kali ini datang dari bagian bunganya. Bunga dari pohon waru bisa memiliki warna beragam. Ada pohon waru yang ditumbuhi bunga berwarna kuning, pink peachy, bahkan oranye. Warna dari bunga pohon waru bukanlah warna kuat, melainkan warna tipis yang biasa dibarengi dengan warna putih.
Jika diamati, bunga dari pohon waru selalu memiliki kelopak berjumlah delapan. Delapan jumlah kelopak ini bagi orang Jogja (Yogyakarta) memiliki makna. Saking berartinya makna yang dikandungnya, sampai-sampai ada olahan makanan yang terinspirasi dari bunga ini. apa itu makanannya akan Anda ketahui.
Makna dari kelopak bunga waru yang mana merupakan salah satu filosofi pohon waru adalah nasihat dari pendahulu. Namanya Hasto Broto, merupakan nasihat yang berisi 8 jalan utama dalam kehidupan. Angka delapan menandakan delapan elemen penting, yaitu maruto (angin), samudra, kismo (tanah), tirta (air), mega (langit), bintang, bulan, dan matahari.
Masing-masing elemen ini memiliki arti, itulah mengapa ada filosofi pohon waru. Adapun salah satunya adalah tirta, tirta atau air melambangkan keadilan. Sedangkan angin berarti kehidupan. Ada juga mega atau langit, yang dipercaya sebagai tanda dari Tuhan. Tuhan adalah sosok yang menitahkan semua yang ada di alam ini.
Untuk bahan pembuatnya, sama seperti kue-kue kering lain pada umumnya, tak jauh dari tepung terigu, vanili, telur ayam, dan lainnya.
Mereka yang masih memegang prinsip kebudayaan jawa atau kabudayan jawi lah yang sampai sekarang ini masih membuat kue kembang waru. Kue kembang waru sudah ada sejak lama sekali, tepatnya sejak zaman Kerajaan Mataram Islam. Kue ini biasa dibuat untuk perayaan-perayaan khusus di dalam kerajaan. Karenanya, saat itu kue kembang waru dulunya dikonsumsi oleh bangsawan dan keluarga kerajaan.
Namun tidak untuk sekarang ini, seiring berkembangnya waktu kue kembang waru sudah boleh dinikmati siapa saja. Pembuatnya pun boleh siapa saja. Para penjual kue kembang waru di Kotagede, Yogyakarta paham betul betapa bermaknanya kudapan ini.
Apa maknanya sudah Anda ketahui melalui bahasan ini. Terletak di jumlah kelopak bunga pohon waru yang menjadi inspirasi dibuatnya kue ini, yaitu berkelopak delapan kelopak yang dinilai memiliki makna Hasto Broto.
Dalam kehidupan memang kita tidak sendirian. Setinggi-tingginya derajat manusia masih ada Tuhan yang telah menciptakan ini semua di alam. Apalagi ada tujuh elemen lain yang sama sekali tak bisa ditaklukkan oleh manusia, semua itu juga diciptakan oleh Tuhan.
Begitulah sedikit tentang filosofi pohon waru. Filosofi ini memang berasal dari Yogyakarta, namun tidak sedikit juga masyarakat dari daerah lain juga mempercayai filosofi ini dan memgang teguh nasihat tersebut. Lagipula, memang nasihat yang terkandung dalam filosofi ini tidak ada salahnya untuk dipegang.
Baca Juga :
Bagaimana Filosofi Pohon Waru?
Sebelum membahas langsung ke bagaimana filosofi pohon waru, terlebih dahulu berkenalanalah sedikit dengan pohon ini. Selama ini waru paling banyak dimanfaatkan untuk perindang atau peneduh di tepi jalan. Alasannya tak perlu dipertanyakan, sebab pohon ini bisa tumbuh hingga setinggi 15 meter serta memiliki daun dan tajuk yang cukup rimbun.Meski begitu, tentu saja fungsi pohon waru tidak hanya sebagai perindang saja. batang, kulit batang, bunga, dan daun waru juga bisa memberikan manfaat.
Filosofi pohon waru kali ini datang dari bagian bunganya. Bunga dari pohon waru bisa memiliki warna beragam. Ada pohon waru yang ditumbuhi bunga berwarna kuning, pink peachy, bahkan oranye. Warna dari bunga pohon waru bukanlah warna kuat, melainkan warna tipis yang biasa dibarengi dengan warna putih.
Jika diamati, bunga dari pohon waru selalu memiliki kelopak berjumlah delapan. Delapan jumlah kelopak ini bagi orang Jogja (Yogyakarta) memiliki makna. Saking berartinya makna yang dikandungnya, sampai-sampai ada olahan makanan yang terinspirasi dari bunga ini. apa itu makanannya akan Anda ketahui.
Baca Juga :
- Ciri Ciri Pohon Waru India (Thespesia populnea) Di Alam Liar
- Sebelum Budidaya, Kenali 5 Ciri Pohon Ketapang Ini
Filosofi Pohon Waru Dalam Kue Kembang Waru
Di daerah Kotagede, Yogyakarta, ditemui banyak sekali pohon waru. Inilah yang menjadi cikal bakal suatu makanan dibuat dengan adanya filosofi pohon waru. Karena di sana ada banyak pohon waru, di sana juga ada banyak pembuat kue kembang waru. Ya, kue yang diberi nama serupa dengan pohon ini. Bentuk dari kue ini adalah bunga sederhana dengan kelopak berjumlah delapan.Sumber: 2.bp.blogspot.com/ |
Untuk bahan pembuatnya, sama seperti kue-kue kering lain pada umumnya, tak jauh dari tepung terigu, vanili, telur ayam, dan lainnya.
Mereka yang masih memegang prinsip kebudayaan jawa atau kabudayan jawi lah yang sampai sekarang ini masih membuat kue kembang waru. Kue kembang waru sudah ada sejak lama sekali, tepatnya sejak zaman Kerajaan Mataram Islam. Kue ini biasa dibuat untuk perayaan-perayaan khusus di dalam kerajaan. Karenanya, saat itu kue kembang waru dulunya dikonsumsi oleh bangsawan dan keluarga kerajaan.
Namun tidak untuk sekarang ini, seiring berkembangnya waktu kue kembang waru sudah boleh dinikmati siapa saja. Pembuatnya pun boleh siapa saja. Para penjual kue kembang waru di Kotagede, Yogyakarta paham betul betapa bermaknanya kudapan ini.
Dalam kehidupan memang kita tidak sendirian. Setinggi-tingginya derajat manusia masih ada Tuhan yang telah menciptakan ini semua di alam. Apalagi ada tujuh elemen lain yang sama sekali tak bisa ditaklukkan oleh manusia, semua itu juga diciptakan oleh Tuhan.
Begitulah sedikit tentang filosofi pohon waru. Filosofi ini memang berasal dari Yogyakarta, namun tidak sedikit juga masyarakat dari daerah lain juga mempercayai filosofi ini dan memgang teguh nasihat tersebut. Lagipula, memang nasihat yang terkandung dalam filosofi ini tidak ada salahnya untuk dipegang.
Baca Juga :
- Ciri Ciri Pohon Hibiscus Tiliaceus / Waru Laut Di Alam Liar
- Berapa Ukuran Pohon Ketapang yang Ideal?
Belum ada Komentar untuk "Inilah Ragam Filosofi Pohon Waru dan Artinya"
Posting Komentar